Pendukung Gus Dur laporkan VOA Islam: Berhenti ‘bully’ beliau

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pendukung Gus Dur laporkan VOA Islam: Berhenti ‘bully’ beliau

EPA

'Gus Dur sudah wafat tapi di-bully terus menerus ini seperti menantang dan memancing kemarahan kami,' kata seorang warga Nahdlatul Ulama Jawa Barat

 

BANDUNG, Indonesia — Sekelompok masyarakat Jawa Barat yang menyebut dirinya warga Nahdlatul Ulama (NU) melaporkan situs www.voa-islam.com terkait dengan pemberitaan yang dinilai menghina dan melecehkan Abdurrahman “Gus Dur” Wahid.

Warga NU ini melaporkan situs tersebut ke Dewan Pers, Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri), Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Presiden Republik Indonesia pada Kamis, 19 November. 

“Ya, kami sudah lapor secara resmi ke pihak-pihak tersebut, kemarin (Kamis),” ungkap Asep Hadian Permana, salah satu pelapor, saat dihubungi Rappler.com, Jumat, 20 November.

Pada berita berjudul “Rizal Ramli: Gus Dur Itu Wali yang Kesepuluh?”, menurut Asep, terdapat unsur penghinaan, pelecehan, dan tulisan yang meyinggung SARA, dan menyakitkan hati pendukung mantan presiden RI keempat itu.

Namun situs voa-islam kini tidak dapat diakses. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyebut tokoh NU tersebut sebagai wali kesepuluh dari sembilan wali atau Wali Songo.

Bahkan, tulisan dalam artikel itu, menurut Asep, sesuai dengan kriteria dalam Surat Edaran Kepala Polri Badrodin Haiti soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech.

Berikut penjelasan sekaligus klarifikasi Asep dalam siaran pers yang diterima Rappler.com mengenai tulisan dalam artikel tersebut yang dinilai menghina dan melecehkan Gus Dur serta mengandung unsur SARA. 

1. Abdurrahman alias ‘Si Dur’ itu:

Penulis kata “Si Dur” ini adalah opini tendensius yang sengaja merendahkan martabat seseorang. Dengan memakai kata “Si”, ada kesengajaan untuk merendahkan sosok Gus Dur, karena selain mengklaim dengan kata “alias” dengan memilih ungkapan yang tidak lazim (Si) tersebut digunakan, juga penggunaan kata “Si” ini tidak pantas digunakan untuk seorang mantan Presiden, tokoh agama, dan pemuka masyarakat.

2. Durahman itu doyan duit:

Penggunaan “doyan duit” konotasinya untuk mengatakan bahwa Gus Dur merupakan orang yang mata duitan atau materalis. Asep mengatakan pihaknya sangat tidak bisa menerima penggunaan kata ini karena melecehkan.

Dan jika dihubungkan dengan kalimat lanjutan, “Makanya, dilengserkan oleh MPR” juga tidak terkait, sebab penjatuhan Gus Dur dari kursi kepresidenan lebih disebabkan karena masalah politik dan dua kasus yang disebut, yaitu “Bulog-Gate” dan “Brunei-Gate” tidak terbukti secara hukum. 

3. Konon kantor PBNU, di Jalan Kramat itu, juga tak lepas dari sumbangan dari para ‘taoke’ Cina:

Kalimat ini secara utuh sekalipun memakai awalan “konon” dan dalam konteks penulisan opini tetap memiliki dimensi kesengajaan yang luar biasa vulgar untuk merendahkan Gus DUr dan organisasi NU. 

Logikanya, jika itu opini ditulis oleh seorang penulis, maka bagian redaktur mestinya mempertimbangkan kalimat itu yang mengedepankan fakta. Jika ini dimaksud sebagai berita, maka semestinya harus ada verifikasi terlebih dahulu sebelum menulisnya kalimat tersebut.

4. Kerjanya Durahman mencari ‘wangsit’ di makam-makam wali:

Penggunaan kata-kata “mencari wangsit” sekalipun dengan tanda kutip adalah sebuah pelecehan karena tradisi ziarah kubur dalam kultur Nahdlatul Ulama bukan mencari wangsit yang maknanya adalah mistik dan berdimensi penyekutuan terhadap Tuhan. 

Ziarah kubur adalah bagian dari tradisi kegiatan ritual-sosial di masyarakat dan tidak sepantasnya urusan tujuan personal itu dikemukakan tanpa mengutip pendapat langsung dari pelaku. Kata “wangsit” sekalipun dengan tanda kutip tetap tidak mengubah makna lain kecuali makna literal dari wangsit itu sendiri. 

Dengan kata lain, sengaja digunakan untuk memberikan cap negatif.  

5. Mungkin yang selalu mengenang Durahman sebagai ‘pahlawan’ hanya ‘taoke’ Cina, warga Cina, dan kalangan sekuler, pluralis, liberal, dan mungkin pengikut ateis termasuk Goenawan Muhamad. Tidak ada yang lain:

Opini ini ditulis tidak memperlihatkan nalar yang obyektif melainkan sengaja untuk mendiskreditkan. Selain itu juga mendiskreditkan etnis Tionghoa/China, termasuk tuduhan ateis kepada budayawan Goenawan Mohammad. 

6. Durahman pula yang pernah melukai hati umat Islam, dan mengatakan Al Qur’an, sebagi kitab suci yang paling ‘porno’:

Perkataan ini tidak akurat dan penuh fitnah. Sebab isu ini dulu sudah diklarifikasi bahwa ada penulisan yang bias tentang ucapan Gus Dur. 

Dulu yang dikatakan Gus Dur adalah, seandainya kata alat kelamin itu dianggap porno, maka Al Qur’an bisa disebut kitab porno. Penghilangan kalimat secara utuh dari pembicara (Gus Dur) kemudian sering digunakan kelompok-kelompok semacama VOA Islam untuk mendiskreditkan Gus Dur.

7. Jombang yang disebut oleh Rizal Ramli, memang telah melahirkan tokoh setipe, seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, dan MH. Ainun Najib:

Dengan membangun kesan bahwa sosok Gus Dur sebagai tokoh yang buruk melalui tulisan tersebut — kemudian dalam tulisan berlanjut dengan penyantuman nama-nama tokoh lain — jelas ingin mengatakan bahwa Jombang merupakan merupakan daerah yang melahirkan tokoh-tokoh buruk (setipe). 

Apa yang disebut Rizal Ramli berbeda dengan maksud oleh tulisan tersebut. Muatan kata kedaerahan tersebut merupakan bagian dari isu sara. 

Menurut Asep, apa yang ditulis dalam artikel dalam rubrik Opini Redaksi tertanggal 9 November 2015 tersebut, sangat jauh dari kaidah jurnalistik karena tidak melalui check-and-recheck kepada sumbernya. Karena itu, pihaknya melaporkan ke Dewan Pers agar menindak situs VOA Islam sesuai ketentuan kode etik jurnalistik yang berlaku.

Pihaknya juga berharap laporannya ke Kemenkominfo bisa ditindaklanjuti dengan memblokir situs www.voa-islam.com karena terdapat banyak sekali muatan-muatan yang bukan saja sudah jauh melenceng dari kode etik pers, melainkan juga melenceng dari koridor hukum dan perundang-undangan. 

 Asep juga meminta Bareskrim Polri agar laporannya ditindaklanjuti secara cepat, tepat, dan sesuai undang-undang/peraturan hukum yang berlaku.

“Kami minta laporan kami ditindaklanjuti dalam waktu maksimal 3 hari setelah laporan ini kami sampaikan. Apabila laporan kami ini diabaikan, kami tidak tahu akan seperti apa,” ujar Asep.

Menurutnya, sebelum pihaknya melaporkan ke Bareskrim, sudah ada protes dari para pendukung Gus Dur di Bekasi. Asep mengatakan akan menempuh prosedur sesuai hukum, namun jika diabaikan, ia akan mengambil jalur lain.

“Kalau tidak ada tindak lanjut mungkin kami akan melakukan tindakan represif,” ujar Asep yang juga menjabat sebagai Ketua Pager Nusa Kota Bandung.

“Gus Dur sudah wafat tapi di-bully terus menerus, ini seperti menantang dan memancing kemarahan kami,” imbuhnya.

Asep menambahkan, pelaporan ke pihak-pihak berwenang termasuk ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo, sebetulnya merupakan puncak kemarahan para pendukung atas penghinaan dan pelecehan kepada Gus Dur yang dilakukan situs radikal yang pernah diblokir pemerintah itu.

“Kita berikan laporan ke presiden agar pemerintah ada perhatian khusus jika ada kejadian yang di luar kendali,” kata Asep.

“Bukan kali ini aja VOA Islam melakukan bullying, ini puncak akumulasi dari beberapa pemberitaan yang memancing permusuhan. Kami minta supaya ditata kembali media online yang provokatif, menyebar kebencian kaya gini.” —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!