Pondok pesantren waria Yogya ‘ditutup’

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pondok pesantren waria Yogya ‘ditutup’
Pertemuan itu bukan mediasi tetapi penghakiman sepihak di mana Shinta hanya diperbolehkan menyampaikan pandangannya sekali.

BANTUL, Indonesia – (UPDATED) Pondok pesantren waria Al-Fatah di Celenan, Bantul, Yogyakarta mulai hari Kamis, 25 Februari, tidak boleh beraktivitas lagi.

Hal tersebut sesuai dengan kesepakatan antara warga, pengasuh pondok pesantren Shinta Ratri, dan musyawarah pimpinan Kecamatan Banguntapan, Bantul pada Rabu 24 Februari malam.

Camat Banguntapan Jati Bayu Broto mengatakan keputusan tersebut disepakati setelah masing-masing menyampaikan pandangan mereka terkait keberadaan pesantren waria.

“Semalam hadir perwakilan dari FJI (Front Jihad Islam), warga setempat, dan muspika. Perwakilan FJI langsung meninggalkan lokasi sesudah menyampaikan pendapat mereka. Setelah itu warga dan Ibu Shinta berdialog,” kata Jati kepada wartawan Kamis, 25 Februari.

Tetapi menurut kuasa hukum Shinta dari LBH Yogyakarta Aditya Arif, pertemuan tersebut bukanlah sebuah mediasi tetapi penghakiman sepihak di mana Shinta hanya diperbolehkan menyampaikan pandangannya sekali dan tidak diberi kesempatan untuk mengklarifikasi tudingan soal karaoke dan miras.

“Semalam itu penghakiman, bukan mediasi. Klien kami tidak diberikan kesempatan untuk mengklarifikasi dan terpaksa menyepakati untuk menghentikan kegiatan pondok pesantren,” ungkap Aditya.

Aditya menilai ada kejanggalan dalam mediasi tersebut, salah satunya alasan penghentian kegiatan pesantren waria karena miras dan karaoke. Menurutnya, ada dua hal yang harus dipisahkan, pertama kegiatan pengajian pesantren dan kegiatan seusai pesantren.

“Kalau FJI mempersoalkan masalah agama, ini justru yang keluar alasan lain. Pemerintah harusnya memisahkan kegiatan pesantren dan keagamaan dengan kegiatan yang disebut warga, ada karaoke dan miras. Kalau yang menggangu itu karaoke dan mirasnya, kenapa pesantren yang dihentikan kegiatannya?” tanya Aditya.

Menurut Jati, warga merasa terganggu dengan kegiatan pesantren waria yang terletak di pemukiman warga yang sempit. “Kalau ada aktivitas, banyak orang datang, mereka harus parkir kendaraan di rumah warga,” kata Jati.

Menurut Jati, warga juga terganggu dengan aktivitas seusai kegiatan pesantren, termasuk karaoke hingga larut malam, bahkan pernah didapati pesta miras di sana.

“Warga menyampaikan karaoke sampai malam dan juga ada miras. Ini yang menjadi keluhan dan membuat warga tidak tenang,” tambah Jati.

Pernyataan Jati dibenarkan oleh Kapolsek Banguntapan, Kompol Suharno. “Ada warga yang mengeluhkan soal elektone dan miras,” kata Suharno.

Tetap boleh tinggali rumah

Meski kegiatan pesantren waria dihentikan sampai batas waktu yang tidak ditentukan, warga dan pemerintah tetap membolehkan Shinta menempati rumahnya dan beraktivitas di sana. Pemerintah pun menjamin kebebasan Shinta untuk beribadah dan menjalankan keyakinannya sejauh tidak mengundang banyak orang.

“Kami menjamin dan memberikan perlindungan kepada Ibu Shinta untuk beribadah. Tidak masalah. Kalau ada orang mau bertamu pun juga boleh. Tapi tidak beraktivitas untuk pesantren waria,” ujar Jati.

Jika Shinta ingin membuat acara, harus meminta izin ke RT dan RW setempat terlebih dahulu. Jika diizinkan maka boleh melaksanakan kegiatan tersebut.

“Sebenarnya sama, semua warga juga harus izin dulu kalau mau membuat acara, tidak ada pembedaan. Termasuk saya juga kalau membuat acara harus juga izin,” kata Jati.

Polisi tetap pantau

Kapolsek Banguntapan, Kompol Suharno, mengatakan usai aktivitas di pesantren waria Al-Fatah dihentikan, mereka masih terus memantau keamanan di sana. Mengingat sebelumnya sempat ada organisasi masyarakat yang mendatangi pesantren dan menolak keberadaannya. 

Suharno menjelaskan pengamanan dilakukan tidak dengan mengerahkan anggotanya di lokasi. 

“Hanya memantau saja seperti kemarin sore saya mampir ke sana, lihat kondisi lalu pulang. Kami pantau keamanannya,” ujar Suharno yang ditemui hari Sabtu, 27 Februari.

Dia mengatakan polisi hanya memantau adanya kegiatan karaoke dan konsumsi miras seperti yang dilaporkan sebelumnya oleh warga. Sementara, terkait dengan aktivitas di dalam pesantren, kata Suharno, bukan ranah kewenangan polisi.

Lalu, bagaimana dengan kelanjutan laporan Shinta Ratri mengenai adanya pesan singkat bernada ancaman yang dikirim atas nama Front Jihad Islam (FJI)? Suharno menjawab sulit untuk mengungkap kebenaran laporan tersebut, sebab tidak ada ahli polseknya. 

“Bukan kami menolak atau tidak menindaklanjuti. Sebelumnya, kami sudah mengarahkan agar laporannya dibawa ke polres atau polda, karena di polsek tidak ada ahli ITnya,” kata Suharno. 

Pernyataan itu ditepis kuasa hukum Shinta dari LBH Yogyakarta, Aditya Arif. Dia menyebut Polsek Banguntapan tidak berniat menindaklanjuti laporan kliennya. Padahal, Shinta telah membuat Berita Acara Perkara (BAP). Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!