Indahnya lantunan ayat Alquran sang tuna netra

Syarifah Fitriani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indahnya lantunan ayat Alquran sang tuna netra
Dengan Alquran braille, kaum tuna netra bisa ikut mengaji layaknya orang normal.

MAKASSAR, Indonesia – Suara lantunan ayat suci Alquran terdengar sayup-sayup dari sebuah musala yang tidak dilengkapi papan nama. Saat Rappler memasuki teras musala tersebut, lantunan suara ayat Alquran semakin terdengar jelas.

Di sana terlihat seorang pria yang mengenakan baju koko warna merah. Pria yang diketahui bernama Herman melantunkan dengan indah bait demi bait ayat kitab pedoman umat Islam itu.

Namun, Herman membaca ayat bukan dari Alquran biasa. Melainkan dengan huruf braille. Butuh waktu cukup lama baginya untuk membaca lembar demi lembar ayat Alquran. Sebab, di dalam Alquran itu hanya bisa dibaca melalui sentuhan ujung jari.

“Saya juga belajar membaca Alquran tidak cepat. Tetapi, beruntung kami bisa mengaji dengan bantuan Alquran braille ini,” ujar Herman yang ditemui Rappler pada Jumat, 10 Juni.

Musala itu dimiliki oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) yang berdampingan dengan Perhimpunan Tuna Netra Republik Indonesia (Pertuni) Sulawesi Selatan, di Jalan Arief Rahman Hakim, Kelurahan Wala-Walayya, Makassar. Selain Herman, Rappler juga bertemu dengan Riska dan Kashmir yang tengah mengaji di musala yang sama.

Kashmir mengatakan untuk belajar huruf braille, tiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Ada yang cepat pintar dan langsung menangkap saat diajar, tetapi ada juga yang mengalami kesulitan.

“Bahkan, ada yang butuh waktu hingga berbulan-bulan lamanya,” tutur Kashmir.

Alquran braille yang ada di musala itu sudah berusia cukup tua. Bahkan, ada berusia puluhan tahun dan sudah terlihat usang, walau masih bisa dibaca.

Setiap bulan Ramadan, musala ini terlihat ramai dikunjungi oleh para penyandang tuna netra. Mereka mengaku beruntung tersedia Alquran braille.

“Meskipun kami tidak bisa melihat, tetapi berkat Alquran braille, kami bisa mengaji layaknya orang normal. Bahkan, ada yang bisa menjadi penghapal Alquran,” kata dia.

Bantuan para donatur

Menurut, salah satu jemaah, Riska, sebagian besar koleksi Alquran braille di musala merupakan bantuan. Beberapa Alquran antara lain diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama pada tahun 1995.

Tahun 2015 lalu, musala juga menerima sumbangan berupa 10 paket Alquran dari Yayasan Penyantun Wyata Guna Bandung.

Harga satu set Alquran braille juga tak murah. Satu set bisa mencapai harga Rp 1,6 juta hingga Rp 1,8 juta.

“Tiap setnya berisi 30 buku atau 30 juz. Masing-masing beratnya hampir 25 kilogram,” kata Riska.

Dia menjelaskan pihak musala menjaga dengan baik koleksi Alquran braille. Alquran disusun dengan rapi dalam sebuah rak dan rutin dibersihkan oleh para pengurus musala.

Bagi Riska, bulan Ramadan menjadi berkah karena banyak penyandang cacat yang berkunjung ke musala untuk belajar mengaji hingga waktu berbuka puasa tiba.

“Senang sekali kami bisa mendengar suara lantunan ayat suci Alquran saling bersahutan. Meskipun kami cacat, namun kami bisa ikut tadarus dengan Alquran braille,” kata dia sambil tersenyum. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!