Cara calon jemaah haji Indonesia berangkat ke Saudi lewat Filipina

Syarifah Fitriani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cara calon jemaah haji Indonesia berangkat ke Saudi lewat Filipina

ANTARA FOTO

Mereka berangkat ke Saudi dengan menggunakan jatah kuota umat Muslim Filipina

MAKASSAR, Indonesia – Sebanyak 177 calon jemaah haji (CJH) asal Indonesia ditahan oleh petugas imigrasi Filipina karena diketahui menggunakan paspor Filipina untuk berangkat menuju ke Arab Saudi. Hingga saat ini, mereka masih tertahan di ruang isolasi kantor polisi Filipina.

Rappler berhasil memperoleh informasi mengenai kondisi salah satu dari 177 calon jemaah haji yang kini masih berada di bandara Ninoy Aquino Internasional.

“Kami (dalam keadaan) baik-baik saja. Saat ini masih ditangani Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) mulai tadi malam hingga saat ini,” ujar seorang calon jemaah haji yang hanya ingin disebut inisialnya, DA pada Senin, 22 Agustus.

Pesan itu disampaikan DA melalui putranya yang ikut berunjuk rasa di depan kantor imigrasi kota Makassar pada Senin, 22 Agustus. Kepada putranya, DA menyebut kemungkinan besar mereka semua akan segera dipulangkan ke Tanah Air dalam waktu tiga hari ke depan.

“Tolong informasikan kepada keluarga, jangan cemas. Saya baik-baik saja,” kata DA seperti yang dituturkan oleh putranya itu.

Mereka ditahan pada Kamis, 18 Agustus di bandara ketika akan melakukan proses check in. Ratusan calon jamaah haji itu kemudian dipanggil masuk ke ruang tunggu. Ternyata, paspor dan tiket mereka ditahan satu-satu, kemudian disuruh duduk di lantai.

“Kalau mau ke toilet, dikawal tiga tentara bersenjata,” kata DA melalui pesan singkat.

Lalu, bagaimana kisah DA bisa berangkat naik haji dengan menggunakan paspor Filipina? DA mengaku berangkat haji dengan menggunakan biro perjalanan dengan inisial PT ST yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan, kilometer 12, Makassar. Biro perjalanan ini memberangkatkan 24 jemaah.

Putra DA menuturkan pada Februari lalu, dia mengantar ibunya mendaftar umrah di kantor PT ST. Dalam proses pembicaraan untuk memenuhi syarat umrah, tiba-tiba petugas travel menawarkan untuk mendaftar haji melalui jalur ke Filipina.

Caranya, calon jemaah haji hanya perlu membayar uang muka sebesar Rp 20 juta. Tawaran yang cukup menggiurkan terbersit di benak DA. Maka, jadilah form pendaftaran haji berbahasa Tagalog diisi.

Tidak perlu menunggu waktu lama, karena selang dua bulan kemudian, sudah ada panggilan untuk pelunasan biaya haji. Jika tidak membayar uang muka, maka kuota untuk calon jemaah haji itu dianggap hangus.

DA kemudian membayar sisa biaya haji. Dari penghitungannya, total dana yang dikeluarkan mencapai Rp 120 juta. Namun, yang dibayarkan oleh DA masih lebih rendah, sebab ada calon jemaah haji lainnya yang membayar hingga Rp 150 juta.

“Setelah pembayaran selesai, kami diminta menunggu lagi untuk pembuatan dokumen,” katanya.

Tak perlu menunggu waktu lama, 10 hari sebelum bulan Ramadan, DA sudah dipanggil untuk membuat dokumen. Biro perjalanan haji kemudian memberangkatkan calon jemaah dengan menempuh rute ke Malaysia dengan jalur laut, kemudian diterbangkan ke Filipina.

Begitu tiba di Filipina, calon jemaah haji asal Indonesia akan diberangkatkan ke Arab Saudi. Tetapi, tertahan oleh Pemerintah Filipina.

Pakai kuota negara lain

Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, lebih dari 50 persen calon jemaah haji yang berada di ruang isolasi kantor imigrasi Filipina berasal dari Sulawesi Selatan. Salah satu penyebabnya, provinsi itu memiliki kuota haji paling tinggi. Peminatnya pun juga tidak kalah besar.

Hal itu lah yang mendorong calon jemaah haji menempuh jalur yang tidak resmi. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel, Abdul Wahid Thahir mengatakan salah satu cara agar warga Sulsel bisa menunaikan ibadah haji dengan cepat yakni dengan memanfaatkan kuota haji negara lain yang tidak terpakai. Hal itu, karena hampir seluruh kuota haji Indonesia sebesar 168.800 telah terpakai semua.

Jika ingin menggunakan kuota haji di provinsi lain juga dinilai sulit. Apalagi, saat ini proses pemeriksaan sudah diperketat dengan adanya e-KTP sehingga warga di suatu daerah kesulitan untuk mendaftar haji di provinsi lain.

“Itu cara alternatif (yang ditempuh) kebanyakan orang, apalagi bagi orang yang tidak ingin masuk ke dalam daftar tunggu,” ujar Abdul.

Tahun ini, Abdul menjelaskan, kuota haji untuk Sulsel saja sudah mencapai 5.770 orang. Maka, setiap orang membutuhkan waktu maksimal 20 tahun agar bisa melaksanakan ibadah haji.

Dengan memanfaatkan biro perjalanan liar, warga pun dapat memanfaatkan kuota haji negara lain yang tidak digunakan.

“Biro perjalanan itu tidak terdaftar, karena setelah kami telusuri travel itu menggunakan jalan yang tidak sesuai prosedur dan tak masuk ke dalam daftar travel haji bimbingan Kemenag Sulsel,” kata Abdul.

Dia menjelaskan, ratusan calon jemaah haji masuk ke Filipina dengan menggunakan fasilitas bebas visa yang biasa digunakan oleh turis. Begitu tiba di sana, mereka akan diberikan paspor Filipina untuk berangkat ke Arab Saudi. Menurut pengakuan Abdul paspor itu palsu, walau keterangan dari pejabat berwenang di Filipina menyebut dokumen itu asli, hanya diperoleh dengan cara ilegal.

Pemerintah Filipina menahan mereka karena curiga tidak ada satu pun calon jemaah haji yang bisa berkomunikasi dalam Bahasa Tagalog. Mereka kemudian ditempatkan di kantor imigrasi di bawah pengawasan tentara agar ratusan calon jemaah haji merasa aman.

“Tidak ada penindasan, apalagi tindak kekerasan. Mereka di sana dilayani dengan baik. Diberi makan, minum dan tempat nyaman untuk beristirahat,” kata Abdul.

Pejabat dari KBRI Manila, ujarnya juga ikut memantau. Rencananya, lusa mereka akan dipulangkan ke Indonesia.

Bukan kasus pertama

CALON JEMAAH HAJI. Sejumlah calon jamaah haji mengikuti kegiatan pendalaman manasik haji di alun-alun kota Kudus, Jawa Tengah, Rabu, 10 Agustus. Foto oleh Yusuf Nugroho/ANTARA

Kasus speerti ini sudah pernah terjadi dan diungkap oleh personil Polres Parepare pada bulan Juni 2015. Mereka melakukan penggerebekan di sebuah ruko milik PT Batara Maiwa, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan, penyimpanan, farmasi dan alat kesehatan yang berlokasi di Jalan Sulawesi, kota Parapare, Sulawesi Selatan.

Sang pemilik, Hasnawati sempat menjadi terdakwa dan divonis bui selama 5 bulan dalam kasus itu. Saat menggerebek ruko, polisi mengamankan barang bukti berupa dokumen-dokumen 62 calon jemaah haji yang akan diberangkatkan melalui Filipina.

SL yang sempat mendaftar akhirnya harus memupus mimpinya bisa menunaikan ibadah haji. Padahal, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit yakni Rp 75 juta. Biaya itu sudah mencakup paspor Filipina sebagai modal untuk berangkat ke Arab Saudi.

“Informasinya ada pejabat di jajaran polda yang mendukung praktik tersebut. Kami masuk ke Filipina dengan paspor Indonesia. Nanti, suruhan dari pejabat di Polda yang akan menjemput di bandara,” ujar SL yang ditemui pada Minggu, 21 Agustus.

Suruhan pejabat itu yang nantinya akan mengurus semua proses administrasi termasuk paspor Filipina.

Menurut SL, calon jemaah haji yang mendaftar ke Hasnawati sebagian besar berasal dari luar daerah seperti Soppeng dan Sidap.

“Mereka tentu saja tidak menawar, karena tidak perlu menunggu waktu lama untuk menunaikan ibadah haji. Biayanya juga bisa dicicil, namun harus dilunasi sebelum keberangkatan,” kata SL.

Usai kasus tersebut, keberadaan Hasnawati belum diketahui. Nomor ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Sementara, rumhanya yang beralamat di Jalan Sulawesi terlihat tertutup rapat seperti tidak dihuni.

Sementara, dalam kasus terbaru, WNI membayar biaya naik haji dengan kisaran Rp 78 juta hingga Rp 131 juta. Diduga kuat, paspor Filipina disediakan oleh 5 warga Filipina yang ikut mendampingi mereka.

Kelima warga Filipina itu diyakini sebagai sindikat pemalsu paspor dan telah ditahan oleh Biro Investigasi Nasional (NBI) untuk diselidiki lebih lanjut. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!