Merawat ingatan Munir untuk generasi muda

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Merawat ingatan Munir untuk generasi muda
Suciwati sempat mendengar cerita dua anak muda membicarakan seorang aktivis yang tewas akibat diracun. Mereka menyebut nama aktivis itu adalah Pollycarpus

 

JAKARTA, Indonesia – Sudah 13 tahun sejak aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib meninggal. Pada 7 September 2004 lalu, ia meregang nyawa lantaran minuman yang telah dicampur racun arsenik.

Bagi para aktivis HAM, Rabu kemarin merupakan hari yang sangat bersejarah, karena pemerintah saat itu terbukti  ikut campur dalam membunuh Munir. Namun, bersamaan dengan peringatan tahun ini, pemerintah justru menyelenggarakan fit and proper test untuk calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru, Komjen Pol Budi Gunawan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Kok bisa bertepatan? Ini menunjukkan dari level kekuasaan, baik sekarang maupun yang sebelumnya mundur ke belakang, tidak pernah menempatkan HAM sebagai indikator penting pengambilan keputusan,” kata Ketua KontraS Haris Azhar di Jakarta pada Rabu, 7 September.  Ia bukannya tak memiliki alasan untuk melontarkan pernyataan tersebut.

BIN ditengarai mendalangi pembunuhan Munir. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Pembunuhan Munir, operasi pembunuhan Munir sempat dibahas dalam rapat lembaga intelijen tersebut.

Adapun beberapa nama yang tercetus adalah Muchdi Purwopranjono yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penggalangan BIN; juga A. M. Hendropriyono, yang saat itu menjabat sebagai Kepala BIN.

Ironis? Memang.

Ingatan tentang Munir seolah telah kabur begitu saja, hilang dari benak pemangku jabatan di jagat politik Indonesia. Hanya para aktivis, teman, dan keluarga Munir saja yang masih mengenangnya. 

Merawat ingatan

Suciwati tak akan membiarkan kejadian yang menimpa suaminya hilang dari ingatan anak-anak muda. Karena itulah ia mendirikan Omah Munir pada 2013, dan terus melakukan aksi peringatan pada tanggal kematian suaminya.

Tujuannya, supaya apa yang selama ini diperjuangkan Munir tidak turut hilang. “Saya merasa mulai hilang apa yang dilakukan Munir. Kenapa masyakarat kita tidak paham dengan HAM. Selalu dibilang produk barat, padahal itu nafas kita,” ujar Suciwati. 

Menurut dia, pemerintah terlalu sibuk memberikan pembenaran atas dirinya sendiri dan lupa kalau ada persoalan yang belum terselesaikan. Akibatnya, generasi muda pun mulai abai, bahkan tidak tahu dengan pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

Suciwati menceritakan ulang kisah yang ia dengar dari budayawan Goenawan Muhammad di suatu bandara. Dua orang mahasiswa tengah mengobrol soal aktivis HAM yang tewas diracun dalam pesawat.

“Kata mereka, ada aktivis yang tewas diracun. Nama aktivis itu adalah Pollycarpus. Kan miris sekali, ketidaktahuan mereka,” kata Suciwati dengan suara bergetar.

Karena itulah, pada peringatan ke-12 tahun lalu, Omah Munir dan aktivis lainnya menggunakan metode yang lebih populer yakni pemutaran film. Tempatnya pun tak hanya di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta; mereka juga menyasar Kinosaurus Jakarta yang berlokasi di Kemang.

Medium yang dipilih pun berupa film, yang lebih mudah dicerna. Sinema, atau gambar hidup, bisa berfungsi layaknya mercusuar ingatan. Kinerja kemanusiaan Munir selama hidupnya akan diproyeksikan dalam gambar hidup dan bergerak. Sebanyak 6 film dari 6 sutradara dengan rentang usia beragam diputar di 23 kota. Agar ingatan tentang Munir tidak menguap di udara.

Sementara, tahun ini digelar festival semacam mosi tidak percaya di kantor LBH. Agar dapat menjaring anak muda, mereka mengundang band Efek Rumah Kaca, Jason Ranti dan Lolang.

Lewat cara ini, Suciwati ingin menunjukkan kalau kepedulian atas HAM tidak hanya milik kalangan tertentu saja. “HAM itu tidak di langit dan aktivis juga bukan seperti superhero, sama saja seperti manusia biasa. Seperti suami saya, dia juga bisa bercanda, ceng-cengan,” kata dia sambil tertawa kecil.  – Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!