Dari Bella Galhos untuk Mama dan Timor Leste

Rosa Cindy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dari Bella Galhos untuk Mama dan Timor Leste
Aktivis pendidikan, lingkungan, dan isu perempuan Timor Leste Bella Galhos memiliki masa kecil yang gelap. Tapi ia mengubahnya demi negara yang ia cintai

JAKARTA, Indonesia — Masa lalunya tidak indah. 

Bella Galhos masih berumur tiga tahun saat militer Indonesia menganeksasi negaranya, Timor Portugis – yang kini bernama Timor Leste. Saat itu pula, beberapa saudaranya terbunuh dan ayahnya ditahan militer. Hidupnya miskin. Ia pernah dijual ayahnya dengan harga Rp50 ribu, dan disuntik obat kontrasepsi yang membuatnya tak bisa mengandung hingga sekarang.

Kejadian-kejadian kelam itu sangat mungkin membuatnya tumbuh menjadi seorang anak kurang ajar. Tapi ia tumbuh sebaliknya.

Bella belajar banyak dari ibunya, sosok yang peduli pada sekitarnya. 

“Ibu saya akan memberikan segalanya bagi orang lain, tanpa memedulikan dirinya sendiri,” kata Bella dalam diskusi Rappler Talk, yang bertajuk “Bella Galhos: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Timor Leste” yang digelar di Jakarta, pada Rabu, 20 September.

Salah satunya, dikisahkan Bella, saat ia masih berusia 12 tahun. Beras di keluarganya hanya tersisa sedikit. Cukup untuk makan malam hari itu dan besok paginya. Tapi tetangganya tidak memiliki sedikit pun beras tersisa. Padahal, keluarga itu memiliki anak kecil.

Saat Bella tengah membersihkan beras, ibunya datang dan membungkus seluruh beras yang mereka miliki. Diberikannya beras itu pada sang tetangga. Sadar bahwa mereka tak akan makan malam itu, Bella remaja protes. Namun ibunya hanya menjawab ringan.

“Kalian ini sudah tua, bisa bertahan kelaparan. Anak itu tidak bisa, terlalu kecil,” tutur Bella mengenang kata ibunya.

Tak cuma itu, Bella menceritakan bahwa ibunya akan selalu berusaha melerai pertengkaran-pertengkaran yang terjadi di mana saja, bahkan di jalan sekalipun. Padahal, ibunya termasuk pendek.

Bella kecil kerap kesal dengan hal-hal yang diperbuat mamanya. Alasannya hampir tak masuk akal bagi Bella. Tapi semuanya berubah seiring bertambahnya kedewasaan Bella.

Menjadi aktivis

Bella selama ini sudah dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan isu pendidikan dan lingkungan hidup. Untuk itu, ia juga telah membangun Leublora Green School di Maubisse, Timor Leste. Ia juga lantang mengadvokasi hak perempuan dan anak-anak.

Kehidupan di Timor Leste memang sangat kental dengan patriarki. Beberapa hal telah spesifik ditentukan hanya untuk perempuan dan laki-laki masing-masing. Misalnya adalah penggunaan kendaran, yang mana perempuan hanya boleh mengendarai skuter atau motor kecil, sedangkan motor besar dan mobil untuk laki-laki. 

Karena itu, sekembalinya Bella dari Kanada, ia membeli mobil dan mengendarainya. Ia juga membeli motor trail dan menggunakannya berkeliling Timor hanya untuk menunjukkan bahwa ia bisa melakukannya.

“Karena ketika kamu mengendarai motor, kamu tidak butuh apa-apa. Yang kamu butuhkan hanya keseimbangan. Kamu tidak butuh penis atau vagina,” ujarnya. 

Hal lainnya adalah ‘aturan’ bahwa laki-laki tidak boleh memasak. Hal ini membuat para laki-laki tidak mau memasak karena takut disebut banci.

“Ini tidak masuk akal bagi saya. Ini hanya alasan yang dibuat-buat agar kamu cuma makan saja. Tapi kaum perempuan, mereka yang harus menanggungnya,” kata Bella.

Perempuan Timor Leste pun akhirnya harus mengurus segalanya. Mengurus kebutuhan anak dan suami, ketika suaminya tak bisa melakukan apapun. 

“Jadi kadang-kadang kita bilang, laki-laki menikah karena ibu mereka sudah bosan dengan mereka. ‘Pergilah ke perempuan lain yang mau mengurusmu, saya sudah lelah mengurusmu’. Setidaknya itulah pandangan saya,” lanjut Bella. 

Budaya patriarki di Timor Leste juga kerap membuat para suami berani memukul istrinya, dan para istri tidak dapat berbuat apa-apa. Untuk itu, Bella lantang menyuarakan gerakan cerai  bagi para istri korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Kenapa kamu bertahan dalam keluarga yang tidak membuatmu bahagia? Kamu hanya melahirkan dan melahirkan, dan akhirnya dipukuli. Apa intinya membangun rumah tangga seperti ini?” ucapnya.

“Sering saya bilang ke perempuan-perempuan di Timor, berhenti tolol ya. Jangan bodoh sekali itu,” katanya.

Dalam melakukan kegiatan aktivismenya ini, Bella mengambil empat pilar utama; yaitu pendidikan, pertanian, pariwisata, dan pertumbuhan ekonomi. Ia berusaha untuk memberdayakan perempuan secara ekonomi. Sebab, ia melihat sebagian besar perempuan yang menjadi korban kekerasan tidak mandiri secara ekonomi dan tidak berpendidikan.

“Tapi kalau perempuan berpendidikan dan economically independent, mereka ada opsi untuk menghentikan dan keluar dari lingkaran kekerasan itu, Mereka bisa tinggalkan hubungan yang tidak sehat itu,” ujarnya.

Saat ini, Bella juga mengaku sedang fokus untuk memperjuangkan hak kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Ia melakukan survei dan mendapatkan 272 perempuan LGBT. Dari survei itu pula, ia menemukan begitu banyak pelanggaran hak asasi manusia yang diterima mereka. Mulai dari ditusuk, dibakar, hingga diperkosa, dengan alasan ingin mengembalikan ke jalan yang benar.

Ia pun mendatangi keluarga dari 272 perempuan ini dan mengajak bicara. Usahanya tidak sia-sia. Dijelaskannya, beberapa keluarga sudah berubah. Anak-anak tersebut sudah diterima lagi dalam keluarganya. Kedutaan Besar Australia juga bersedia untuk membantu membiayai pembuatan wadah bagi LGBT di Timor Leste.

Ingin menerbitkan buku

Ke depannya, Bella mengaku ingin membuat buku. Setidaknya, buku tersebut harus berhasil tercapai sebelum usianya mencapai 50 tahun, alias lima tahun lagi. Ia juga mengaku ingin membuka televisi sendiri, khusus untuk perempuan. Hal ini dilakukannya untuk membangun Timor Leste dari segi pendidikan dan kelengkapan informasi.

Bella juga tengah mempersiapkan diri untuk maju sebagai presiden perempuan pertama di Timor Leste pada 2022. Hal ini dilakukannya sebagai contoh bahwa perempuan juga mampu melakukan hal yang sama dengan laki-laki.

Dedikasi untuk Mama

Pada akhirnya, segala yang telah diraih Bella saat ini didedikasikan pada mamanya. Sambil berurai air mata, ia menceritakan bahwa ia belum sempat membuat ibunya bahagia.

Bella tidak pernah suka pujian. Tapi, ia ingin sebuah pujian datang dari ibunya, sosok panutan yang telah meninggal empat tahun lalu. Dalam harapnya, ia ingin ibunya melihat dan merasakan keberhasilan yang kini telah diraihnya. Ia hanya ingin ibunya bangga.

Ia ingin bilang bahwa ia mencintai ibunya. Sebuah kalimat yang tak sempat terucap. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!