AMAN: Periksa ulang sengketa lahan masyarakat Sunda Wiwitan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

AMAN: Periksa ulang sengketa lahan masyarakat Sunda Wiwitan
Lahan yang dieksekusi PN Kuningan bagian dari cagar budaya nasional

 

JAKARTA, Indonesia — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri (PN) Kuningan untuk memeriksa ulang perkara sengketa lahan di Kecamatan Cigugur, Jawa Barat. Eksekusi ini dinilai melanggar hak-hak Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan. 

Pada tanggal 24 Agustus 2017, PN Kuningan berupaya mengeksekusi sebidang tanah dan bangunan di Cigugur. Tanah dan bangunan tersebut merupakan bagian wilayah adat komunitas AKUR Sunda Wiwitan.  Masyarakat menolak eksekusi tersebut dengan cara berbaring di jalan. Berbagai kelompok pendukung perjuangan AKUR Sunda Wiwitan turut menolak eksekusi itu.

(SIMAK:  FOTO upaya perlawanan eksekusi cagar budaya Sunda Wiwitan)

“Kasus ini, sebagaimana kasus-kasus lain, merupakan gambaran kelalaian negara dalam membentuk hukum dan kebijakan serta penyelesaian konflik yang adil bagi Masyarakat Adat,” kata Erasmus Cahyadi, Deputi II Sekjen AMAN untuk Bidang Advokasi, dalam keterangan tertulis yang diterima Rappler, 28 Agustus 2017.

“Komunitas Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan telah mengalami pasang surut ketidakadilan sejak Orde Baru,” tambah Erasmus. 

Untuk penyelesaian kasus ini, AMAN dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) telah mendampingi AKUR Sunda Wiwitan sejak Januari 2016. Pada 26 Maret 2016, AMAN meminta menghadirkan ahli untuk gugatan yang dilakukan oleh Komunitas AKUR Sunda Wiwitan di PN Kuningan Jawa Barat. 

Perkara tanah dan bangunan ini dimulai sejak 3 Juni 2009, ketika Jaka Rumantaka menggugat Kusnadi dan Mimin di PN Kuningan. Gugatan ini terdaftar pada 7 Juni 2007 dengan nomor registrasi 07/Pdt.G/2009/PN.KNG. 

Tanah dan bangunan yang digugat berada di Persil 78. A d.I Blok Mayasih Kohir 2321, seluas 224 meter persegi. Selain Kusnadi dan Mimin, turut tergugat pula Rd. Dadang Andaru Andaroso, Rd. Iksan Titop Purwosucipto, Rd. Lina Djuarnaningsih, dan BPN Kabupaten  Kuningan Jawa Barat.

Komunitas AKUR Sunda Wiwitan tetap berjuang mempertahankan hak-haknya. Di antaranya adalah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Jaka Rumantaka. “Gugatan perbuatan melawan hukum ini didasarkan pada temuan bukti-bukti dan saksi yang dihadirkan penggugat,” kata Ketua PPMAN Nur Amalia. 

(BACA  :  Suku Baduy Dalam, pewaris nilai-nilai budaya Sunda Wiwitan)

Proses persidangan perlawanan masih bergulir di pengadilan, dengan didampingi oleh penasihat hukum dari PPMAN. AMAN dan PPMAN meminta agar Mahkamah Agung dan PN Kuningan secara cermat memperhatikan gugatan perlawan eksekusi ini. 

AMAN dan PPMAN juga meminta Kepolisian RI, terutama Kepolisian Daerah Jawa Barat, untuk menjalankan proses hukum terkait dugaan pemalsuan bukti-bukti dokumen yang diserahkan oleh penggugat. Dugaan pemalsuan tersebut merupakan salah satu temuan dalam proses persidangan perkara ini. 

(BACA : Masyarakat Adat kritik belum jelasnya status kawasan hutan)

Perkara ini menambah panjang daftar hitam pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, terutama atas wilayah adatnya. 

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengimbau agar komunitas AKUR Sunda Wiwitan pantang menyerah mempertahankan hak-haknya. “Saya sepenuhnya mendukung komunitas AKUR Sunda Wiwitan untuk menempuh segala upaya yang sesuai hukum dan menghindari cara-cara kekerasan,” kata Rukka. – Rappler.com 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!