Surat terbuka istri mendiang Munir kepada Presiden Jokowi

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Surat terbuka istri mendiang Munir kepada Presiden Jokowi
"Semoga Bapak Presiden masih ingat peristiwa pembunuhan yang menimpa suami saya," ujar Suciwati

JAKARTA, Indonesia – Aksi Kamisan yang digelar pada Kamis, 7 September kemarin kembali mengingatkan Suciwati bahwa 13 tahun yang lalu suaminya Munir Said Thalib telah dibunuh. Presiden Joko “Jokowi” Widodo pernah berjanji akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk kasus pembunuhan terhadap Munir.

Mantan Gubernur DKI itu bahkan seolah memberi angin segar ketika menunjuk Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo pada 14 Oktober 2016 untuk menangani kasus Munir. Namun, hingga saat ini tidak ada titik terang terhadap kasus aktivis HAM itu.

Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir yang pernah diserahkan ke Sekretariat Negara justru tidak ditemukan. Sempat muncul saling lempar tuduhan antara pemerintahan Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal keberadaan dokumen aslinya. Tapi, tetap saja, dokumen itu tidak ditemukan.

Terbaru, pada 16 Agustus, Mahkamah Agung justru menolak kasasi yang diajukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar pemerintah mengumumkan hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF). Putusan MA menyebut tidak ada kewajiban bagi pemerintah agar mengumumkan hal itu.

Lalu, di mana realisasi komitmen pemerintah untuk menuntaskan berbagai pelanggaran HAM, jika kasus Munir saja tidak jelas penyelesaiannya? Juru bicara kepresidenan, Johan Budi, yang dihubungi Rappler membantah jika pemerintah tidak berkomitmen terhadap penuntasan kasus HAM di masa lalu.

“Buktinya kan, sudah dibentuk tim khusus yang vocal pointnya ada di Kemenkopolhukam,” ujar Johan melalui telepon pada Kamis malam kemarin.

Terkait dengan mengumumkan hasil temuan TPF, ia mengatakan pemerintah hanya menjalankan apa yang sudah diputuskan oleh MA, yakni tidak wajib untuk melakukan itu.

Maka tak heran jika Suciwati menganggap kasus kematian suaminya tidak akan pernah terungkap. Kendati begitu, ia mengaku tetap optimistis suatu saat kasus ini akan terkuak, termasuk aktor intelektual pembunuh suaminya, yang diduga ikut melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN).

Di hari kematian Munir 13 tahun lalu, dari seberang Istana Negara, Suciwati membacakan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Berikut isi lengkap surat terbuka itu:

Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
Bapak Joko Widodo
Di tempat

Bapak Presiden yang terhormat,

Hari ini tanggal 7 September 2017 sudah 13 tahun suami saya Munir Said Thalib dibunuh.
Semoga Bapak Presiden masih ingat peristiwa pembunuhan yang menimpa suami saya.
Dia dibunuh dengan cara curang serta pengecut, para pembunuh itu memakai racun arsenik dan penjahatnya masih bebas

Masihkah Bapak ingat tanggal 22 September 2016, Anda mengundang 22 pakar hukum dan HAM. Di situ Anda berjanji akan menuntaskan kasus Munir?
Hampir satu tahun saya belum melihat janji yang Bapak Presiden ucapkan terealisasi

Bapak Joko Widodo yang terhormat,

Waktu tak pernah mampu menghapus rasa cinta dan rindu pada orang yang kita cintai
Haruskah rasa kehilangan itu hadir dahulu baru menepati janji wahai Bapak Jokowi?
Kami berharap tidak!

13 tahun bukan waktu sebentar untuk terus merasakan kehilangan, tidak saja raga namun juga rasa keadilan
Tidakkah janji itu akan terus menjadi catatan sejarah bangsa ini bahwa Bapak seorang Presiden yang absen mengisi ruang keadilan bagi Munir?

Bapak Presiden Joko Widodo,

Setelah Majelis KIP mengabulkan permohonan sengketa informasi yang kami ajukan pada 10 Oktober 2016 meminta Pemerintah RI atau Bapak Presiden wajib mengumumkan hasil Tim Pencari Fakta Kematian Meninggalnya Munir (TPF KMM) untuk publik

Masihkah bapak ingat tanggal 14 Oktober 2016, bapak menunjuk Jaksa Agung untuk kasus Munir?
Dengan gagah, Anda meminta Jaksa Agung segera bekerja menindak lanjuti kasus suami saya, Munir. Namun, apa yang terjadi kemudian?

Yang kami temui hiruk pikuk ‘cuci tangan dan saling lempar tanggung jawab’ atas tidak ditemukannya dokumen TPF KMM, apakah Bapak mau menganulir perintah Bapak kepada Jaksa Agung?
Saya dan segenap rakyat Indonesia tidak memahami dagelan macam apa yang sedang Bapak pertunjukkan
Ini kah cara Bapak memberi pendidikan politik kepada anak bangsa, dengan kebohongan?
Janji tanpa realisasi? Sungguh, kami rindu Presiden yang berani dan menepati janji

Bapak Presiden yang terhormat,

Sampai hari ini kami para pecinta Keadilan dan Kebenaran, tidak kenal lelah untuk terus menunggu kabar penegakan hukum dan HAM lewat janji nawacita Bapak
Kami ada di depan, di seberang Istana Negara, berdiri diam, berpayung dan berbaju hitam, berharap kami mendapat payung keadilan

Lewat Aksi Kamisan ke 505 Kamis, kami tidak akan lelah meminta pertanggung jawaban negara atas derita dan luka bangsa ini, untuk meluruskan sejarah bangsa ini, untuk pengungkapan kebenaran dan keadilan. Adakah kabar itu akan hadir?

Semoga Anda tidak seperti pendahulu Bapak yang terus memberi ruang kosong keadilan bagi kami

Salam kami dari masyarakat yang terlalu sakit atas kehilangan, yang optimistis pada cinta keadilan dan kebenaran

Suciwati

– dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!