Indonesia

Pilgub Jabar: Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar terancam ‘menjomblo’ lagi

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pilgub Jabar: Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar terancam ‘menjomblo’ lagi
Pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat 2018 akan dibuka 1-8 Januari 2018. Namun hingga kini belum ada yang mendaftar

BANDUNG, Indonesia — Jadwal pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat 2018 tinggal menyisakan hari, yakni 1-8 Januari 2018. Namun hingga kini belum satupun pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang telah mendaftar.

Sejumlah figur yang muncul, seperti Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar, belum mengantongi dukungan pasti dari partai politik pengusungnya. Sehingga kedua tokoh tersebut belum juga menggelar deklarasi pencalonannya. Sementara, Dedi Mulyadi bahkan belum memiliki dukungan dari parpol manapun.

Sejauh ini, Ridwan Kamil telah memperoleh dukungan dari empat parpol, yakni Partai Golkar, Nasdem, PPP, serta PKB dan berhasil mengumpulkan 38 kursi dukungan.  Tapi deklarasi pencalonan Wali Kota Bandung itu terganjal belum adanya cawagub yang akan mendampingi. 

Setiap parpol pengusung Ridwan mencalonkan kadernya masing-masing untuk menjadi cawagub pria yang akrab dipanggil Kang Emil itu.  Golkar mencalonkan Daniel Mutaqien Syafiuddin, PPP Uu Ruzhanul Ulum, PKB Syaiful Huda dan Maman Imanulhaq, sedangkan Nasdem mencalonkan Saan Mustopa.

“Kang Emil bisa jadi jadi jomblo lagi karena PKB dan PPP ngotot pengen kadernya jadi wakil gubernur,” ujar Pengamat Politik, Muradi, yang juga Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran kepada wartawan di Bandung, Senin 11 Desember 2017.

Emil akan semakin “patah hati” jika pasca Munaslub Golkar nanti, parpol berlambang Pohon Beringin itu memutuskan mengalihkan dukungan pada kadernya, Dedi Mulyadi.  Gonjang-ganjing di tubuh Golkar memang diperkirakan akan berpengaruh pada pencalonan Emil.

“Meskipun Golkar sudah memberikan SK-nya pada Ridwan Kamil, namun itu bisa saja dianulir setelah Munaslub Golkar ini.  Kita tahu sekarang ini, Dedi Mulyadi sedang menjadi bagian penting di dalam munaslub ini, bahkan beliau termasuk salah seorang yang menginisiasi terjadinya munaslub dan memunculkan nama Airlangga Hartanto.  

“Jika kemudian Airlangga menang maka bisa sangat besar kemungkinannya Golkar akan menarik kembali dukungan terhadap Emil,” ujar Pengamat Politik, Idil Akbar.

Penarikan dukungan Golkar terhadap Emil, menurut Idil, akan serta merta mengubah konstelasi politik di Jawa Barat. Ini berarti, Golkar akan berkoalisi dengan parpol lain. Idil memperkirakan, Golkar akan berkoalisi dengan PDIP yang hingga kini belum memunculkan calon, meski mengantongi jumlah kursi yang cukup untuk mencalonkan tanpa koalisi.  Selain PDIP, Golkar juga berpeluang besar menggandeng Hanura.

“Saya prediksikan berpolitik dengan PDIP karena memang PDIP dengan Golkar sudah menjalin komunikasi politik yang sudah lama.  Dan Hanura, saya kira karena memang mereka tidak punya pilihan lain dan sangat sedikit jumlah kursinya, hanya 3 kursi, maka mereka akan memilih berkoalisi dengan PDIP dan Golkar,” papar Idil yang juga Dosen di FISIP Unpad ini.

Posisi Deddy Mizwar sama terancamnya.  Meski sudah mendapat dukungan dari Partai Demokrat, PKS, dan PAN dengan jumlah 28 kursi, namun Deddy masih terancam digoyang sana-sini. 

Pencalonan Sudrajat sebagai calon gubernur yang diusung Gerindra akan berpengaruh pada posisi Deddy yang sudah dicalonkan berpasangan dengan Ahmad Syaikhu, kader PKS.  

Apalagi, partai yang dipimpin Prabowo Subianto ini mulai menjalin komunikasi dengan PKS dan PAN, yang merupakan partai pendukung  si Jenderal Naga Bonar itu.

Muradi menyebutkan skenario terburuk yang bisa mengancam pencalonan Deddy, yaitu ketika Gerindra berhasil membujuk PKS dan PAN berpindah haluan mendukung calonnya.  Langkah ini akan membuat Demokrat sendirian lantaran sulit berkoalisi dengan parpol lain.  Dan tentu saja,  menjadikan Deddy sebagai cagub yang tidak memiliki kendaraan, kecuali dukungan dari Partai Demokrat yang hanya memiliki 12 kursi. 

“PKS pasti gak mau (kadernya diganti), karena PKS kan pengen dorong kadernya Ahmad Syaikhu kan, dia jual betul.  Kalau misalnya Demiz (Deddy Mizwar) dengan Sudrajat, maka dia akan kehilangan PKS dan PAN.  Itu aja situasinya.  Agak rumit diskusinya karena  posisi Sudrajat ini men-zero-kan kembali semuanya,” ujar Muradi.

Sementara menurut Idil, pencalonan Sudrajat justru akan mengoyang posisi Ahmad Syaikhu sebagai cawagub dari PKS.  Idil memperkirakan akan terjadi komunikasi politik antara Gerindra dengan PKS untuk menentukan siapa yang akan mendampingi Deddy Mizwar, apakah Ahmad Syaikhu atau Sudrajat. 

“Kita tahu Deddy Mizwar sepertinya sudah mantap dengan Ahmad Syaikhu.  Sementara Sudrajat, dari berbagai survei namanya tidak muncul sama sekali.  Dia baru muncul belakangan ini, saat diusung oleh Gerindra.  Sementara Ahmad Syaikhu sendiri, dari berbagai hasil survei dia masuk cukup tinggi dalam perolehan suara.  Nah ini yang nanti mungkin akan jadi pertimbangan partai apakah Deddy Mizwar akan tetap berpasangan dengan Ahmad Syaikhu atau Sudrajat,” kata Idil.

Idil mengatakan Gerindra dan PKS memiliki kedekatan historis yang sudah terjalin cukup lama.  Hubungan itu, Idil melanjutkan, akan bertahan untuk kepentingan Pilpres 2019 mendatang.  —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!