Yose Rizal, traveler pemulung sampah

Habil Razali

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yose Rizal, traveler pemulung sampah
Pemuda Aceh ini sempat dikira gila karena hobinya memunguti sampah di tempat wisata alam

 

PIDIE, Indonesia — Sampah memang menjadi masalah pelik. Tidak hanya di perkotaan, tapi juga di tempat wisata, seperti di Alam Lingkok Kuwieng yang terletak di pedalaman hutan Kabupaten Pidie, Aceh.

Bermula dari kekhawatiran rusaknya keindahan tempat wisata alam dan lingkungan pedalaman hutan karena sampah plastik, seorang traveler bernama Yose Rizal di Kabupaten Pidie kerap melakukan perjalanan ke tempat wisata untuk mengumpulkan sampah lalu membawanya pulang.

Karena kegiatannya itu, ia sempat dianggap ‘gila’ oleh teman-temannya. Meskipun diremehkan, semangatnya tidak pernah padam. Dia terus mengampanyekan kegiatan itu dengan mengunggah foto atau video di media sosial agar semua orang tergerak mengikuti jejaknya.

******

Yose Rizal tampak sibuk. Dari tangan kirinya sebuah kantong kresek merah dijinjing. Isinya berupa plastik bekas bungkusan makanan ringan dan puntung rokok. Tangan kanannya tak pernah diam. Dengan sigap, ia terus meraba sampah plastik yang berserakan di tebing bebatuan Lingkok Kuwieng.

Satu persatu sampah plastik diambil. Sejurus kemudian Yose Rizal memasukkannya ke dalam kantong kresek. Tidak hanya satu kantong kresek, Yose Rizal berulang kali membuka tas miliknya mengambil kantong kresek lain.

Berselang satu jam, lima kantong kresek telah penuh terisi sampah plastik. Tempat wisata alam Lingkok Kuwieng, berada di pedalaman hutan Pidie, Aceh, yang awalnya berserakan sampah plastik, kini terlihat bersih.

Kantong-kantong kresek itu pun diletakkan di suatu tempat. Selanjutnya Yose mengaitkan kantong kresek itu di bagian belakang tas miliknya. Tidak hanya kantong kresek berisi sampah plastik, beberapa botol minuman bekas pun turut dikaitkan dengan seutas tali di bagian atas tas miliknya.

Sampah plastik itu nantinya akan dibawa pulang Yose dan dibuang ke tempatnya. Ia tidak membakar sampah tersebut di hutan. Sebab, menurutnya, meskipun dibakar sampah plastik tetap menyisakan bekas yang sulit terurai oleh tanah. 

Setelah selesai dikaitkan di tas, pria asal Desa Masjid Runtoh, Kecamatan Pidie, itu kemudian mengangkut sampah tersebut untuk dibawa pulang dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Bukan hanya Lingkok Kuwieng, Yose sudah melakukan hal tersebut di sejumlah tempat wisata alam. Kebanyakan tempat yang dijajaki Yose adalah lokasi wisata berada di pedalaman hutan dan sulit dijangkau dengan payahnya infrastruktur ke sana.

“Pernah ada orang bertanya kepada saya, kenapa tidak dibakar saja? Saya jawab membakar sampah tetap meninggalkan bekas, apalagi yang dibakar adalah plastik,” ujar pria 24 tahun itu kepada Rappler akhir pekan lalu.

Selain bakar, warga yang melihat aksi Yose mengaitkan sampah di tasnya untuk dibawa pulang juga menyarankan hal lain. Seperti meletakkan tong sampah di tempat wisata alam. Namun, Yose tetap ramah menjawab saran tersebut.

“Saya bilang, memang solusi dia tidak salah. Oke lah meletakkan tong sampah di tempat wisata alam, tetapi kalau sudah penuh siapa nanti yang bertugas membawa sampah itu ke kota (tempat pembuangan sampah). Kalau menumpuk sampah dalam tong sampah kan sama juga tidak ada hasilnya,” lanjut mahasiswa Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala itu.

Bukan hanya saran, kritikan yang miris juga pernah Yose terima. “Saya kalau diejek teman, sekali pun tidak pernah marah, santai saja. Kalau dipikirkan memang iya apa yang saya lakukan betul-betul gila,” kata Yose.

Yose memulai kegiatan mengumpulkan sampah dan membawa pulang dari tempat wisata alam sejak 10 Januari 2016 di pendakian gunung Burni Telong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. 

Berawal dari kekhawatiran banyaknya sampah di puncak Burni Telong, Yose kemudian mengumpulkan sampah di sana. Selanjutnya mengaitkan sampah-sampah itu di tas lalu mengangkutnya pulang.

“Saya sering kali ke tempat wisata dan di setiap tempat yang saya kunjungi pasti ada sampah. Oleh karenanya, saya memutuskan untuk memungut sampah itu sebanyak yang sanggup saya angkut pulang,” kata pria berambut gondrong itu.

Yose sengaja menyangkut sampah hasil pungutan di tas miliknya karena alasan agar lebih praktis saat mengangkut pulang. Dari apa yang dilakukannya, Yose selalu memfoto atau membuat video untuk diunggah ke media sosial.

“Saya menginginkan kegiatan seperti ini akan menjadi trend di media sosial dan dari video seperti ini, orang-orang akan tergerak untuk peduli terhadap lingkungan. Dengan saya posting foto atau video itu, orang pun tau bahwa tempat wisata itu sangat kotor, ditakutkan akan hilang keindahannya,” ujar pemilik akun Instagram @yose8rz. Akunnya itu pun sudah diikuti oleh puluhan ribu orang setelah foto-foto kutip sampah diunggah.

Yose mengaku tidak terikat dalam suatu komunitas atau lembaga apapun untuk melakukan kegiatannya. Hal itu semua inisiatif yang timbul dari dirinya karena kekhawatiran banyaknya sampah bertebaran di tempat wisata alam.

Namun dirinya mengistilahkan kegiatannya itu dengan Gerakan Peduli Sampah (GPS). Ia menolak menyebut GPS itu sebuah komunitas. Yose beranggapan GPS itu ada di diri orang masing-masing. “Kalau Anda peduli terhadap lingkungan terutama di tempat wisata, berarti Anda anggota GPS,” jelasnya.

Yose Rizal bersama rekannya di Gerakan Pemungut Sampah (GPS). Foto dokumentasi Yose Rizal

Ia berharap semua orang tergerak hatinya untuk mengikut jejaknya, minimal tidak membuang sampah sembarangan. “Jika pun berwisata alam ke pedalaman hutan, hendaklah sampah plastik yang dibawa ke lokasi agar diboyong pulang,” lanjutnya.

“Saya harap semua kita sudah seharusnya sadar betapa pentingnya kepedulian terhadap tempat wisata alam, terutama masalah kebersihan. Baiknya memang jangan di tempat wisata alam saja, tapi di semua tempat kita harus peduli dengan tidak membuang sampah sembarangan,” kata Yose.

Tas terikat sampah di belakang dan beban yang dibawa pulang bertambah banyak. Namun Yose tidak terlihat lelah saat pulang dari Lingkok Kuwieng di pedalaman hutan Pidie dengan jalur yang terjal. Senyum masih merekah di wajahnya begitu sampah itu dibuang ke tempat pembuangan sampah.

“Alam telah memberikan keindahannya kepada kita, apa yang dapat kita berikan untuk alam,” ucapnya sembari pulang. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!