‘Dimulai Dari Akhir’, upaya hidupkan kembali karya sang bapak

Nadia Vetta Hamid

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Dimulai Dari Akhir’, upaya hidupkan kembali karya sang bapak
Seniman Galih Sakti menghidupkan kembali semangat berkarya yang sempat redup setelah ditinggal sang bapak

JAKARTA, Indonesia — Inspirasi untuk berkarya bisa datang dari orang yang kita cintai. Seperti Galih Sakti, seorang ilustrator, pelukis, dan dosen.

Dalam pameran tunggal pertamanya, Dimulai dari Akhir, Galih menampilkan karya-karya lukisan abstrak yang terinspirasi dari karya mendiang ayahnya, seorang fotografer profesional.

Bertempat di Suar Artspace, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rappler mendapat kesempatan bertemu dengan Galih di pembukaan pameran yang dikuratori oleh Lalitia Apsari dan David Irianto ini. Dalam pameran ini, hubungan personal Galih dengan sang bapak menjadi sorotan utama.

(ki-ka) Nin Djani, Communications Manager Suar Artspace; Galih Sakti; dan kurator David Irianto serta Lalitia Apsari dalam diskusi pada pembukaan pameran. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Mengapa karya Bapak yang dipilih sebagai inspirasi utama pameran Dimulai dari Akhir?

“Bapak adalah orang yang paling berpengaruh untuk saya,” ujar Galih.

Tumbuh dengan karya bapaknya yang dipajang di dinding rumah dan album foto keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi proses berkarya Galih sebagai seniman. Uniknya, Galih tidak memulai lukisan-lukisannya dari kanvas kosong, melainkan dari foto-foto sang bapak yang dicetak ulang untuk selanjutnya “ditimpa” dengan sapuan cat minyak maupun akrilik.

Kedua kurator sepakat bahwa kelebihan Galih sebagai seniman yang fasih berkarya di beragam medium menjadi salah satu potensi yang perlu ditonjolkan dalam pameran tunggal ini.

“Tiap orang merespon sebuah karya dengan cara yang berbeda, beragam bentuk ekspresi dan eksplorasi Galih ini bertujuan untuk meneruskan inspirasi dan kenangan tentang sang Bapak, supaya sosoknya tidak berhenti dan hanya tersimpan menjadi milik pribadi semata,” ujar Lalitia.

Secara garis besar, Dimulai dari Akhir bertemakan kelahiran kembali, yang sedikit banyak menyentuh eksistensialisme. Sebagai kurator untuk pameran ini, Latitia dan David memilih 14 karya yang paling mewakili konsep ini.

“Meskipun Galih sebelumnya berkarya sebagai sutradara, setelah kita tarik benang merah ternyata ada sisi Bapak di karya-karyanya,” ujar Lalitia. 

“Semua lukisannya Galih dimulai dari sesuatu yang sudah final, karena foto Bapak dicetak di atas kanvas putih. Jadi, spirit lama tetap ada, namun ada spirit yang baru setelah karya bapaknya Galih di-remake,” kata David, yang menjajal pengalaman kuratorial untuk pertama kalinya dalam pameran ini seperti Lalitia.

Menunjukkan sesuatu yang sangat personal, dalam hal ini hubungan bapak dan anak, bukannya tanpa tantangan. “Pameran ini sebenarnya mengharuskan saya untuk keluar dari comfort zone. Saya ini pelukis realis, namun membuat lukisan abstrak untuk menginterpretasi karya Bapak,” kata Galih.

Namun, Galih pun juga menemui tantangan yang sifatnya emosional. “Galih harus memutus hubungan emosional dengan Bapak untuk membuat karya-karya ini agar bisa tetap menangkap esensinya,” ungkap Lalitia.

“Karena ikatan emosional dengan beberapa foto bapaknya, Galih malah berat untuk meng-explore-nya,” lanjut David.

'Ruh' oleh Galih Sakti: Acrylic on acrylic, printed photo on canvas. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Kepada Rappler, Galih menjelaskan cerita di balik lukisan-lukisannya. Lukisan yang paling besar di ruangan pameran, Ruh, merupakan karya dari dua medium, yaitu acrylic on acrylic, printed photo on canvas.

“Saya menggunakan foto Bapak yang menampilkan penari yang sedang bergerak dengan aperture yang besar,” kata Galih. 

Lukisan besar lainnya, Bima Sakti, adalah foto gugusan bintang yang diambil oleh sang bapak di Bromo, yang selanjutnya dibuat ulang oleh Galih dengan cat minyak dan built-in lighting.

Sedangkan, Naik Gunung merupakan foto yang dicetak di atas chiffon. Menurut Lalitia, medium kain dipilih karena kebanyakan orang-orang yang mengenal Galih justru mengetahuinya dari syal-syal yang dirancangnya.

'Bapak' oleh Galih Sakti: Oil and printed photo on canvas. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Untuk lukisan berjudul Bapak, Galih hanya menampilkan satu mata ayahnya. “Karena sorot mata Bapak adalah hal yang paling saya ingat,” ungkap Galih. Karya lainnya, Ibu, merupakan foto dari sang ibu yang diambil Bapak 30 tahun yang lalu.

Galih Sakti adalah seorang seniman yang berkarya dengan berbagai media. Berbekal pendidikan di bidang desain interior dan arsitektur, ia meneruskan pendidikan magister yang kedua di bidang Motion Pictures and Television di Academy of Art, San Francisco.

Karya film pertamanya, Nyeker, telah ditayangkan pada beberapa festival internasional, di antaranya Milan International Film Festival 2015 dan Cannes International Film Festival 2015. 

Beragam lukisan Galih Sakti yang dilukis di atas foto mendiang bapak yang dicetak di atas kanvas. Paling depan: 'Ndhelik', oil and printed photo on canvas. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Bagi Suar Artspace, Dimulai dari Akhir adalah sebuah adaptasi visual yang unik, di mana relasi orangtua-anak dituangkan dalam bentuk karya. “Mendengar cerita Galih, kami seperti diingatkan kembali kalau buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya,” ujar Nin Djani, Communications Manager Suar Artspace.

Pameran Dimulai dari Akhir ini tidak dipungut biaya, terbuka untuk umum, dan berlangsung hingga 26 November 2016, pada Senin–Sabtu pukul 09:00 WIB hingga 17:00 WIB. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!