‘Gemintang’: Kisah cinta antar dunia dengan sentilan drama politik

Valerie Dante

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Gemintang’: Kisah cinta antar dunia dengan sentilan drama politik

pradnyaparamita

Produksi ke-153 Teater Koma berjudul ‘Gemintang’ mengangkat percintaan yang tidak biasa dan problema keadaan sosial

JAKARTA, Indonesia — Bersama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation, Teater Koma kembali menggelar produksi ke-153 dengan judul Gemintang yang dipentaskan di Graha Bakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismali Marzuki mulai dari tanggal 29 Juni hingga 8 Juli 2018.

Gemintang merupakan kali pertama Teater Koma mengangkat tema fiksi ilmiahdalam pementasannya dengan menyuguhkan cerita percintaan antara seorang manusia yang mendamba alien dari planet lain.

Dikisahkan, Arjuna merupakan seorang astronom yang bertemu dengan Sumbadra dari planet Ssumvitphphpah yang berjarak 12 milyar tahun dari bumi. Kisah cinta keduanya sudah terlihat sejak babak awal pentas ini, di saat Arjuna tak kuasa menyembunyikan perasaannya pada makhluk terestrial tersebut.

Meski terpisah jarak yang jauh, Arjuna bersikeras ingin menikahi Sumbadra dan mendapatkan restu keluarga besarnya.

Kritik politik

Tak hanya berfokus pada kisah cinta, Gemintang turut menyorot realita keadaan politik Indonesia dan menitikberatkannya pada korupsi. Pasalnya Wibowo, ayah dari Arjuna, merupakan seorang tokoh partai kaya raya yang menjadi anggota Dewan Rakyat dan terbukti melakukan tindak korupsi.

Banyak obrolan dan adegan dalam lakon ini yang mengandung satir dan menyentil korupsi yang marak dilakukan pejabat negara. Bahkan secara terang-terangan obrolan dan lagu-lagu lucu dari dua penasihat pribadi Wibowo, Subrat dan Sakiro mengolok-olok beberapa kejadian  yang menimpa Setya Novanto yang tentunya mengundang gelak tawa para penonton.

Foto dari Bakti Budaya Djarum Foundation

Wibowo yang tinggal serumah dengan ibu, paman, kakak, hingga dua istri beserta anak-anaknya diceritakan sudah pernah diadili atas dugaan tindak korupsi tetapi berkat uang dan kekuasaan, ia berhasil keluar. Sayangnya, hampir seluruh anggota keluarganya sadar ia merupakan koruptor namun memilih untuk diam saja dan menikmati hartanya.

Gemintang menyampaikan pesan tentang kondisi yang kini sedang terjadi yakni maraknya budaya korupsi serta upaya anak muda untuk tidak jatuh dalam kebobrokkan dan kesalahan generasi sebelumnya.

Porsi cerita yang utuh

Lakon yang disutradarai dan ditulis oleh Nano Riantiarno ini tidak hanya memusatkan ceritanya pada Arjuna dan Sumbadra saja, ada karakter-karakter keluarga Arjuna seperti Wibowo, Subrat, Sakiro, Samudra kakak Arjuna, Astini ibu dari Arjuna, Pratiwi adik Arjuna, Kejora ibu dari Wibowo, dan Rambo kakak dari Wibowo yang kerap mewarnai pentas ini.

Foto dari Bakti Budaya Djarum Foundation

Dengan karakter yang begitu banyak, Gemintang berhasil membagi porsi cerita dengan tepat sehingga semua pemain memiliki kesempatan untuk bersinar secara pribadi.

Adegan-adegan antara Subrat dan Sakiro selalu membuat penonton tertawa dengan lelucon-lelucon satir mereka mengenai Indonesia dan politiknya, kemudian setiap adegen dengan Rambo dan ibunya, Kejora juga menghibur, begitu pula dengan Wibowo dan kedua istrinya. Tidak ada yang kurang dan lebih, semua dirasa pas sehingga tidak ada karakter yang terlalu menonjol ataupun yang dianggap lebih cemerlang dari yang lainnya.

Berdurasi sekitar tiga jam, Gemintang menyajikan sebanyak 18 lagu dengan bermacam-macam genre yang disesuaikan dengan watak para karakternya. Mengangkat tema fiksi ilmiah, dekorasi panggung pun menyertakan unsur multimedia yang akan membantu dalam membentuk suasana.

Tidak sekadar menghibur, melalui Gemintang, Teater Koma juga ingin mengedukasi dan menyampaikan pesan moral bagi masyarakat dengan memperlihatkan karakter-karakter manusia yang hanya mendambakan kekuasaan dan kekayaan sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Foto dari Bakti Budaya Djarum Foundation

Lakon Gemintang dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki setiap hari, 29 Juni sampai dengan 8 Juli 2018, pukul 19:30 WIB kecuali hari Minggu, 1 dan 8 Juli 2018, pukul 13:30 WIB.

Harga tiket berkisar antara Rp 80 ribu hingga Rp 320 ribu untuk hari Senin, Rp 100 hingga Rp 400 ribu untuk weekdays dan Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu untuk weekend. Informasi lebih lanjut soal pembelian tiket bisa diakses di www.teaterkoma.org dan www.blibli.com.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!