Kenapa saya tidak setuju dengan penyataan Dirut PLN

Dicky Edwin Hindarto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kenapa saya tidak setuju dengan penyataan Dirut PLN
Dengan tingkat perekonomian yang sekarang apa benar masyarakat Indonesia membutuhkan daya tersambung sebesar itu?

Karena saya secara detil baru baca pernyataan dari Direktur Utama PT. PLN (Persero) kemarin, maka saya baru bisa menanggapinya secara “agak serius” hari ini.

Sangat mengagetkan publik memang, walau tidak terlalu mengagetkan saya, setingkat Dirut PLN mengeluarkan pernyataan bahwa masyarakat harus mengkonsumsi listrik lebih banyak karena PLN kelebihan daya. Bahkan dia menjelaskan kalau perlu memasang AC dan peralatan listrik lain agar daya listrik PLN bisa terserap.

Pernyataan kedua adalah adanya rencana penyederhanaan tarif listrik rumah tangga masyarakat, dimana daya tersambung 900 VA atau 900 watt akan dinaikkan menjadi 1300 watt. Sedang pelanggan rumah tangga dengan tarif lebih tinggi, yaitu 1300 VA dan 2200 VA ke atas akan dinaikkan menjadi 5500 VA, golongan 5500 VA sampai 12600 VA akan dinaikkan sampai 13200 VA, sedang golongan tarif listrik rumah tangga tertinggi akan dinaikkan menjadi loss stroom atau tanpa batas daya.

Ilustrasi oleh Ditjen Kelistrikan Kementerian ESDM.

Reaksi pertama saya setelah membaca berita ini adalah mengharapkan agar media yang menuliskannya salah tulis, salah kutip, atau dirut PLN sedang bercanda. Dan sampai sekarang saya masih sangat berharap salah satu dari ketiga hal tersebut terjadi.

Tapi kalau pernyataan tersebut benar, dilakukan dengan keadaan sadar, dan media tidak salah kutip, maka saya sangat tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Mengapa? Ini beberapa alasan saya.

1. Sampai dengan saat ini, detik ini, yang dilakukan pemerintah Indonesia dan semua masyarakat dunia adalah mengurangi emisi dan melakukan upaya penghematan energi. Artinya masyarakat, perusahaan, pemerintah sendiri, bahkan sektor swasta, diharapkan ikut di dalam gerakan ini. Lebih banyak memakai energi fosil akan menyebabkan perubahan iklim semakin tinggi dampaknya secara nasional dan global.

2. Menyuruh masyarakat mengkonsumsi lebih banyak listrik dengan pemakaian yang tidak produktif sama saja dengan menyuruh orang tua untuk memberi anaknya uang saku buat jajan makanan di pinggir jalan berdebu. Yang terjadi tidak tambah sehat dan kuat, tapi penyakit malah yang akan datang. Kenapa? Ini karena sebagian besar listrik, khususnya di jaringan Jawa-Madura-Bali yang sekarang surplus 40%, adalah berasal dari pembangkit listrik tenaga fosil. Memakai semakin banyak listrik artinya membakar semakin banyak bahan bakar fosil.

3. Kalau sedikit lebih pandai lagi mari kita lihat, berdasar data dari Dirjen Kelistrikan, faktor emisi pembangkit listrik di Jawa-Madura-Bali yang sudah dihitung berturut-turut dari tahun 2011 sampai 2015 adalah tahun 2011 sebesar 0,770 kg CO2/kwh, tahun 2012 sebesar 0,814 kg CO2/kwh, tahun 2013 sebesar 0,853 kg CO2/kwh, tahun 2014 sebesar 0,840 kg CO2/kwh, dan terakhir tahun 2015 adalah sebesar 0,893 kg CO2/kwh.

Arti dari faktor emisi ini adalah pada saat kita membangkitkan 1 kwh listrik maka pada saat yang sama diemisikan jumlah sebesar 0,894 kg CO2. Dari tren terlihat kenaikan faktor emisi yang terus menerus, artinya pembangkit listrik berbahan bakar fosil semakin mendominasi pembangkitan. Ini membuktikan teori saya sebelumnya bahwa menyuruh masyarakat mengkonsumsi listrik secara tidak produktif artinya mendorong kenaikan emisi lebih tinggi di Indonesia.

4. Dan mengenai penyederhanaan tarif listrik sendiri itu lebih menggelikan lagi kalau kemudian penyederhanaannya semacam itu. Masyarakat pengguna listrik 1300 VA seperti saya misalnya, tiba-tiba harus punya daya tersambung 6600 VA atau hampir 6 kali lipat dari daya yang saya butuhkan. Untuk apa kemudian daya sebesar itu?

Ini seakan menyuruh kami untuk menyewa bis antar kota setelah sebelumnya dengan nyaman kami hanya memakai city car. Ini tentu saja akan merangsang keborosan luar biasa lagi. Masyarakat yang sudah terbiasa untuk melakukan penggiliran pemakaian peralatan listrik sesuai daya tersambungnya agar hemat tiba-tiba saja punya ruang 6 kali lipat untuk memakai peralatan listrik. Belum lagi apabila kontrak daya tersambungnya jauh lebih mahal daripada yang sekarang.

5. Terlebih lagi apabila kemudian dikenakan pemakaian minimal, ini seakan menjadi sedekah masyarakat untuk PLN saja. Kalau kemudian pemakaian minimal itu lebih rendah dari rata-rata pemakaian sekarang itu masih mending, tapi kalau ternyata lebih tinggi atau jauh lebih tinggi, ini benar-benar akan menjadi sedekah nasional untuk PLN. Bayangkan saja rumah kosong, atau rumah pensiunan dengan penghuni 2 orang, atau pelanggan-pelanggan yang lain kemudian harus membayar daya minimal yang lebih tinggi jumlah kwh listriknya. Bayangkan saja.

6. Dan terakhir, dengan tingkat perekonomian yang sekarang apa benar masyarakat Indonesia membutuhkan daya tersambung sebesar itu? Bukankah akan akan menjadi suatu sumber keborosan nasional yang pada akhirnya menjadi kebodohan nasional.

Tentu saja semua hal di atas itu hanya akan terjadi apabila kemudian dirut PLN melakukan apa yang dikatakannya kepada media, dan semoga saja tidak, semoga beliau sedang guyon atau maksimal lagi mengetes ada tidak orang nganggur seperti saya yang kemudian akan menanggapi.

Seandainya, seandainya, kemudian PLN kelebihan listrik 40% dan akan terus meningkat di tahun-tahun depan karena pembangunan pembangkit masih terus berlangsung, bukankah akan lebih bijak dan strategis untuk menyalurkan ke pulau lain, Sumatra misalnya, atau Nusa Tenggara, melalui kabel laut. Sistem kelistrikan di pulau lain masih membutuhkan listrik sementara di sistem Jawa-Madura-Bali malah kelebihan listrik lebih dari 2 kali lipat dari cadangan seharusnya yang layak.

Dan seandainya lagi PLN tetap akan meneruskan langkah melakukan penyederhanaan tarif, semoga para dewa-dewa listrik itu juga memikirkan bahwa tidak semua orang membutuhkan bis kota untuk disopiri dan pergi ke berbelanja ke pasar sedang mereka bisa memakai mobil city car, motor, sepeda, atau bahkan jalan kaki saja.

Hidup ini perkara memilih, dan semoga PLN melakukan pilihan yang benar kali ini. Semoga. –Rappler.com

 

*Penulis adalah praktisi hemat energi dan perubahan iklim

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!